Sabtu, 28 Januari 2017

Resume 1 dan Refleksi : Perkembangan Kurikulum di Indonesia dan dasar filosofi dan pendekatan pembelajarannya



Perkembangan Kurikulum di Indonesia dan Dasar Filosofi dan Pendekatan Pembelajarannya
Oleh : Indra Lusmana
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada kompoenen tertentu), tetapi dapat pula bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Perubahan kurikulum menyangkut berbagai faktor, baik orang-orang yang terlibat dalam pendidikan dan faktor-faktor penunjang dalam pelaksanaan pendidikan. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan dan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung. Dalam sebuah kurikulum memuat suatu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem pendidikan. Untuk itu tujuan dalam suatu kurikulum memegang peranan yang sangat penting, karena tujuan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri. Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Adapun yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum :
1. Landasan Filosofis
Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan kurikulum.
2. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psiko-fisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3. Landasan Sosial Budaya
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir manusia-manusia yang bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat.oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekeyaan dan perkembangan masyarakat. Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen kurikulum. Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen kurikulum yakni.
a. Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa tujuan yang jelas, tidakaakan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk ke mana pendidikan diarahkan.
b. Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat menyangkut isi mata pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus diberikan kepada anak, juga organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Apakah diajarkan secara terpisah-pisah (subject matter curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak (activity curriculum)atau diadakan pendekatan interdisipliner (correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masing-masing jenis dan mana yang termasuk pendidikan umum, pendidikan keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain.
c. Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
d.  Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
e. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Berikut sistem kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia:
1. Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968)
Sejak awal kemerdekaan pemerintah sudah memberikan perhatian yang cukup besar pada dunia pendidikan. Kesadaran akan adanya suatu pendidikan nasional dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat 1 Bab XIII Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan ”tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Semangat kebangsaan yang sangat kuat dalam perjuangan kemerdekaan dan adanya kesadaran bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam membangun jiwa bangsa menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa pada waktu itu terhadap dunia pendidikan.
Di awal-awal pemerintahannya, pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947. Kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru. Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran 1947  boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran pada masa Mr.  Soewandi sebagai Menteri PP dan K (Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi dari perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud, 1979:108):
·         Pendidikan pikiran harus dikurangi
·         Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
·         Pendidikan watak
·         Pendidikan jasmani
·         Kewarganegaraan dan masyarakat
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu :a) Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1964 tidak bertahan lama. Situasi politik mengalami perubahan pesat dan terjadi peristiwa yang dikenal dengan nama G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan ajaran Panglima Besar Revolusi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Mayjen Soeharto kemudian membubarkan PKI, sesuai dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK dan Nasakom tidak lagi menjadi ideologi negara. Revolusi menemukan titik akhir perjalanannya. Pada tahun 1966, MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk menghilangkan pengaruh Manipol dan melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun 1966 menentukan bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan (c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Oleh karena itu maka kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan pikiran dan hati generasi muda dari ideologi tersebut. Meski pun demikian, pendidikan ideologi terus berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk menggantikan kurikulum 1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 –istilah yang digunakan adalah Rencana Pendidikan –bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.
5. Kurikulum 1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil dari beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka disusun kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuanj instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut:
·         Berorientasi pada tujuan.
·         Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
·         Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
·         Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
·         Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kurikulum 1984
Pendidikan idiologi dalam kurikulum 1984 tetap menjadi warna yang dominan dalam kurikulum. Pemerintah menetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sejak SD sampai ke perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ditetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan untuk menumbuhkan jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945. Berdasarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 ditetapkan pula Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai “penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.” Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan juga dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1983.
Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Penetapan ini berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 yang ditandatangani Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB sebagai materi dan mata kuliah wajib dalam kurikulum mendapat kedudukan hukum yang lebih kuat ketika MPR mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan PSPB sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila. Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
8. Kurikulum 1994
Pada tahun 1989 Indonesia memiliki undang-undang pendidikan baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1) menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang diartikan sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Sebelumnya wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum SMP yang dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 1989 diubah namanya menjadi SLTP adalah bagian dari wajib belajar 9 tahun.
Meski pun Indonesia telah memiliki Undang-Undang pendidikan baru dan banyak kebijakan tentang pendidikan dan kurikulum yang baru tetapi kurikulum tidak segera berubah. Pada tahun 1994, sesuai dengan tradisi sepuluh tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru. Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of knowledge”. Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
9. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
10. Kurikulum 2006 (KTSP)
Berdarakan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan telah diberlakukan sejak tahun 200. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat daerah untuk menentukan sendiri  jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1)
Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi pada perubahan sistem majanemen pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (Muhaimin, dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolahnya.
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
11. Kurikuum 2013
Muhammad Nuh,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud di website http:// kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
-          Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
-          Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
-          Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
-          Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.
Apabila kita amati perkembangan kurikulum di Indonesia dari tahun 1947 hingga 2013 yang menjadi faktor terhadap perkembangan tersebut adalah: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat kita lihat awal perubahan kurikulum dari Rentjana Pelajaran 1947 menjadi Renjtana Pelajaran Terurai 1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan kurikulum yang ada kemudian dikembangkan lagi dengan lebih menfokuskan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata, hal ini sangat jelas terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006 (KTSP). Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah kurikulum. Hal senada juga diungkapkan oleh Bagus (2008), menyebutkan bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.




REFLEKSI 
Pada pertemuan yang minggu ke dua ini, dibahas tentang perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia serta dasar filosofinya dan cara pendekatannya. Pada mulanya Pak Hadi melakukan model pembelajaran tatap muka dengan duduk membentuk huruf U. Hal tersebut bertujuan untuk lebih efektif untuk melakukan diskusi karena perhatian akan tertuju pada satu titik. Sehingga lebih fokus dengan diskusi yang dilakukan. Pada pertemuan ini Pak Hadi mempersilahkan kepada kami untuk memberikan pendapat kami tentang apa yang dimaksud dengan kurikulum. Kurikulum merupakan rancangan yang digunakan untuk menunjang tujuan pendidikan. Jadi kurikulum merupakan pedoman yang digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang dinginkan. Kurikulum terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan untuk mengikuti perkembangan teknologi masa kini, sehingga kurikulum dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Dengan kurikulum maka kita dapat mewujudkan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Yang dimaksud cerdas adalah memiliki intelektual yang tinggi sehingga dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi tidak hanya intelektual saja yang dibutuhkan akan tetapi diperlukan pendidikan moral yang baik untuk menghasilkan individu- individu yang berkualitas, sehingga dapat menjadi tuntunan untuk yang lebih baik lagi. Tujuan pendidikan di Indonesia sudah tercantum dalam pembukaan UUD tahun 1945.
 Tujuan pendidikan di Indonesia sangat mulia, sehingga jangan sampai tidak hanya intelektual belaka. Akan tetapi di imbangi oleh moral dan budi luhur yang baik. Kurikulum merupakan pedoman untuk menyampaikan tujuan pendidikan yang sudah di atur dalam UUD tahun 2003 pasal 3. Berikut beberapa hal maksud dari tujuan pendidikan dalam UUD tahun 2003 pasal 3, yaitu:  
  •  Mengembangkann kemampuan dan watak 
  •  Mengembangkan potensi perserta didik
  • Mengembangkan iman dan moral bangsa. 
Hal tersebut ada di dalam  proses pembelajaran. Praktik kurikulum di sekolah contohnya adalah adanya jam sekolah lebih lama atau tambahan pelajaran serta ada peminatan dalam SMA dengan kurikulum 2013. Sedangkan pada kurikulum KTSP 2006 lebih mengembangkan potensin siswa. 
Maksud the learning university : yang artinya ada tanggung jawab organisasi dan individu. Yang mengedepankan :
Mengedepankan aspirasi
Kepedulian yang sangat tinggi antar sesasma 
Membelajarkan satu sama lain
Learning resource : sumber belajar. Menjadi rujukan baik individu maupun organisasi. Perlu adanya ditopang oleh organisasi maupun individu. Artinya ketika sudah lulus menjadi invidu2 yang bisa menjadi learning resource, menjadi diskusi yang baik.
Bahwa kurikulum itu harus membawa pesan tidak hanya mengembangkan saja akan tetapi lebih memperhatikan ketakwaan dan nilai – nilai moral. Pada SD dan SMP transfer ilmu lebih operasional konkret bukan secara abstrak. Akan tetapi pada umum 15 thun sudah belajar proses belajar yang abstrak. Karena kurikulum merupakan rancangan yang abstrak. Anak SMA harus paham bagaimana proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan. Transfer pendidikan juga ada pengembangan individu, banyak guru - guru yang tidak mengetahui itu. Jadi kita dituntut untuk mengetahui mengapa kita mempelajari itu, jadi kita dapat berpikir mandiri kenapa kita harus mempelajari tersebut.
Bagiamana pendidikan dapat merubah cara pola pikir yaitu komsutif. Yaitu merubah pola pikir untuk lebih kreatif dalam produktif. Mendidik agar menjadi produktif. Bagian penting dalam pendidikan Indonesia yaitu lebih tepatnya pendidikan yang berbasiis kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Atau pendidikan yang membangun untuk untuk lebih produktif. 
Jadi inti dari pertemuan ini disini kita dituntut untuk menjadi pengajar atau guru yang mengerti atau paham kurikulum yang digunakan.  Sehingga menjadi pengajar yang cerdas dan bisa mengayomi peserta didiknya. Dan bisa menjadi rujukan bagi orang lain, jadi bisa menyalurkan ilmu yang dimiliki dan bisa bermanfaatn bagi orang lain.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar