Perkembangan Kurikulum di Indonesia dan Dasar
Filosofi dan Pendekatan Pembelajarannya
Oleh : Indra Lusmana
Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan
bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan
oleh bangsa tersebut sekarang. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan akibat
dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi, sebab pendidikan adalah cara yang
dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perubahan kurikulum dapat bersifat
sebagian (pada kompoenen tertentu), tetapi dapat pula bersifat keseluruhan yang
menyangkut semua komponen kurikulum. Perubahan kurikulum menyangkut berbagai
faktor, baik orang-orang yang terlibat dalam pendidikan dan faktor-faktor
penunjang dalam pelaksanaan pendidikan. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan
karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan dan menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung. Dalam
sebuah kurikulum memuat suatu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem
pendidikan. Untuk itu tujuan dalam suatu kurikulum memegang peranan yang sangat
penting, karena tujuan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai
komponen-komponen kurikulum lainnya.
Landasan pengembangan kurikulum
memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan
sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi
yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung
tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum,
apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan
mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta
didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri. Landasan pengembangan
kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip
yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Adapun
yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum :
1. Landasan Filosofis
Filsafat membahas segala permasalahan manusia,
termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah
dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik-praktik
pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat
berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan
penting dalam pengembangan kurikulum.
2. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses
interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi
psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psiko-fisik
seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku
interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua
landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan
psikologi belajar.
3. Landasan Sosial Budaya
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Dengan pendidikan diharapkan muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing
dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir manusia-manusia yang
bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat.oleh sebab itu tujuan, isi,
maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik,
kekeyaan dan perkembangan masyarakat. Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai
dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan
struktural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada
komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau
sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila
mencakup perubahan semua komponen kurikulum. Menurut Sudjana (1993 : 37) pada
umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen kurikulum yakni.
a. Perubahan dalam tujuan.
Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa.
Tanpa tujuan yang jelas, tidakaakan membawa perubahan yang berarti, dan tidak
ada petunjuk ke mana pendidikan diarahkan.
b. Perubahan isi dan struktur.
Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan
kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat
menyangkut isi mata pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus
diberikan kepada anak, juga organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata
pelajaran tersebut. Apakah diajarkan secara terpisah-pisah (subject matter
curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak (activity
curriculum)atau diadakan pendekatan interdisipliner (correlated
curriculum) atau dilihat proporsinya masing-masing jenis dan mana yang
termasuk pendidikan umum, pendidikan keahlian, pendidikan akademik dan
lain-lain.
c. Perubahan
strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri
yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi,
bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
d. Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini
menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana
material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat
peraga dan lain-lain.
e. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini
menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana
kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap
program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila
dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Berikut sistem kurikulum yang pernah berlaku di
Indonesia:
1. Kurikulum
Rencana Pelajaran (1947-1968)
Sejak awal kemerdekaan pemerintah
sudah memberikan perhatian yang cukup besar pada dunia pendidikan. Kesadaran
akan adanya suatu pendidikan nasional dirasakan sebagai suatu yang mendesak
sehingga secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat
1 Bab XIII Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan ”tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran”. Semangat kebangsaan yang sangat kuat dalam perjuangan
kemerdekaan dan adanya kesadaran bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam
membangun jiwa bangsa menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa
pada waktu itu terhadap dunia pendidikan.
Di awal-awal pemerintahannya,
pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi
dan situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai
membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun
1947. Kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan
orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968
saat pemerintahan beralih pada masa orde baru. Kurikulum pada tahun ini masih
dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan
pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara
dan bermasyarakat. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)
2. Rencana
Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947,
pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952
ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Pembentukan Panitia Penyelidik
Pengajaran pada masa Mr. Soewandi sebagai Menteri PP dan K (Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan
kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi dari
perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami
perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial
maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil
panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana
pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(Depdikbud, 1979:108):
·
Pendidikan
pikiran harus dikurangi
·
Isi
pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
·
Pendidikan
watak
·
Pendidikan
jasmani
·
Kewarganegaraan
dan masyarakat
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Fokusnya
pada pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu
:a) Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral.
3. Kurikulum
1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun
1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik,
2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1964 tidak bertahan lama.
Situasi politik mengalami perubahan pesat dan terjadi peristiwa yang dikenal
dengan nama G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno
mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang
kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan ajaran Panglima Besar Revolusi. Dengan
kewenangan yang dimilikinya, Mayjen Soeharto kemudian membubarkan PKI, sesuai
dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK dan Nasakom tidak lagi
menjadi ideologi negara. Revolusi menemukan titik akhir perjalanannya. Pada
tahun 1966, MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk menghilangkan pengaruh
Manipol dan melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun 1966 menentukan bahwa
pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi mental-moral-budi pekerti
dan memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan,
dan (c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Oleh karena itu
maka kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan pikiran dan hati generasi
muda dari ideologi tersebut. Meski pun demikian, pendidikan ideologi terus
berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk menggantikan kurikulum
1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.
4. Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan
dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 –istilah yang digunakan adalah Rencana Pendidikan
–bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya
Sembilan.
5. Kurikulum
1975
Pada tahun 1973, GBHN pertama
dilaksanakan sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan
juga hasil dari beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka
disusun kurikulum 1975. Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada
tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuanj
instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan
dicapai melalui kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang
menonjol adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata
pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula
tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam
pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus
dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa
berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan
tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif
dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini
adalah sebagai berikut:
·
Berorientasi
pada tujuan.
·
Menganut
pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
·
Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
·
Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya
tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa.
·
Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum1975 hingga menjelang tahun
1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kurikulum
1984
Pendidikan idiologi dalam kurikulum
1984 tetap menjadi warna yang dominan dalam kurikulum. Pemerintah menetapkan
Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sejak SD
sampai ke perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ditetapkan
Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan untuk
menumbuhkan jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945. Berdasarkan TAP MPR Nomor
II/MPR/1978 ditetapkan pula Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
sebagai “penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta
setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah
dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.” Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila (P-4) dan juga dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan sebagai
bagian dari Pendidikan Pancasila melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1983.
Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984,
yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
(PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Penetapan ini berdasarkan
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 yang
ditandatangani Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB sebagai materi dan
mata kuliah wajib dalam kurikulum mendapat kedudukan hukum yang lebih kuat
ketika MPR mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan PSPB
sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila. Dengan demikian maka pendidikan
idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP),
dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan
tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar
yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh
karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
8. Kurikulum
1994
Pada tahun 1989 Indonesia memiliki
undang-undang pendidikan baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1)
menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang diartikan
sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Sebelumnya
wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum SMP yang
dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 1989 diubah namanya menjadi SLTP adalah
bagian dari wajib belajar 9 tahun.
Meski pun Indonesia telah memiliki Undang-Undang
pendidikan baru dan banyak kebijakan tentang pendidikan dan kurikulum yang baru
tetapi kurikulum tidak segera berubah. Pada tahun 1994, sesuai dengan tradisi
sepuluh tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru. Kurikulum 1994 ini
merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak
memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran
disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of
knowledge”. Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena
materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru
SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak
lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
9. Kurikulum
2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis
kompetensi menitik-beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang
telah ditetapkan. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang
mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi
merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang
ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37).
Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup
beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai
siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai
kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur,
2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal.
10. Kurikulum
2006 (KTSP)
Berdarakan UU No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan telah
diberlakukan sejak tahun 200. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan
pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat daerah untuk
menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan
sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1)
Otonomi penyelenggaraan pendidikan
tersebut pada gilirannya berimplikasi pada perubahan sistem majanemen
pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan
(Muhaimin, dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum
secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di
sekolahnya.
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan
proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
11. Kurikuum
2013
Muhammad Nuh, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih
ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar
ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi
dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk
siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan
siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran.
Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud di
website http:// kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian
khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
-
Kompetensi
guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi
pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru
mencapai rata-rata 44,46
-
Kompetensi
akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan
kepada siswa.
-
Kompetensi
sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan
teman sejawat lainnya.
-
Kompetensi
manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan
ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam
pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru
dalam mendorong mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,
dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi
pembelajaran.
Apabila kita amati perkembangan
kurikulum di Indonesia dari tahun 1947 hingga 2013 yang menjadi faktor terhadap
perkembangan tersebut adalah: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal
ini dapat kita lihat awal perubahan kurikulum dari Rentjana Pelajaran 1947
menjadi Renjtana Pelajaran Terurai 1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan
kurikulum yang ada kemudian dikembangkan lagi dengan lebih menfokuskan
pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata, hal ini
sangat jelas terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurklum 2006
(KTSP). Secara matematis masa aktif kurikulum 2004 sebelum diubah menjadi
kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan
perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun waktu yang singkat ini, kita tidak
bisa membuktikan baik tidaknya sebuah kurikulum. Hal senada juga diungkapkan
oleh Bagus (2008), menyebutkan bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat
politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama.
REFLEKSI
Pada pertemuan yang minggu ke dua ini, dibahas tentang perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia serta dasar filosofinya dan cara pendekatannya. Pada mulanya Pak Hadi melakukan model pembelajaran tatap muka dengan duduk membentuk huruf U. Hal tersebut bertujuan untuk lebih efektif untuk melakukan diskusi karena perhatian akan tertuju pada satu titik. Sehingga lebih fokus dengan diskusi yang dilakukan. Pada pertemuan ini Pak Hadi mempersilahkan kepada kami untuk memberikan pendapat kami tentang apa yang dimaksud dengan kurikulum. Kurikulum merupakan rancangan yang digunakan untuk menunjang tujuan pendidikan. Jadi kurikulum merupakan pedoman yang digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang dinginkan. Kurikulum terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan untuk mengikuti perkembangan teknologi masa kini, sehingga kurikulum dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Dengan kurikulum maka kita dapat mewujudkan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan negara Indonesia
adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Yang dimaksud cerdas adalah
memiliki intelektual yang tinggi sehingga dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan
tetapi tidak hanya intelektual saja yang dibutuhkan akan tetapi diperlukan
pendidikan moral yang baik untuk menghasilkan individu- individu yang berkualitas, sehingga dapat menjadi tuntunan untuk yang lebih baik lagi. Tujuan pendidikan di Indonesia sudah tercantum dalam pembukaan UUD tahun 1945.
Tujuan pendidikan di Indonesia sangat mulia, sehingga jangan sampai tidak hanya intelektual belaka. Akan tetapi di imbangi oleh moral dan budi luhur yang baik. Kurikulum merupakan pedoman untuk menyampaikan tujuan pendidikan yang sudah di atur dalam UUD tahun 2003 pasal 3. Berikut beberapa hal maksud dari tujuan pendidikan dalam UUD tahun 2003 pasal 3, yaitu:
Tujuan pendidikan di Indonesia sangat mulia, sehingga jangan sampai tidak hanya intelektual belaka. Akan tetapi di imbangi oleh moral dan budi luhur yang baik. Kurikulum merupakan pedoman untuk menyampaikan tujuan pendidikan yang sudah di atur dalam UUD tahun 2003 pasal 3. Berikut beberapa hal maksud dari tujuan pendidikan dalam UUD tahun 2003 pasal 3, yaitu:
- Mengembangkann kemampuan dan watak
- Mengembangkan potensi perserta didik
- Mengembangkan iman dan moral bangsa.
Maksud the learning university :
yang artinya ada tanggung jawab organisasi dan individu. Yang mengedepankan :
Mengedepankan aspirasi
Kepedulian yang sangat tinggi antar
sesasma
Membelajarkan satu sama lain
Learning resource : sumber belajar.
Menjadi rujukan baik individu maupun organisasi. Perlu adanya ditopang oleh
organisasi maupun individu. Artinya ketika sudah lulus menjadi invidu2 yang
bisa menjadi learning resource, menjadi diskusi yang baik.
Bahwa kurikulum itu harus membawa
pesan tidak hanya mengembangkan saja akan tetapi lebih memperhatikan ketakwaan
dan nilai – nilai moral. Pada SD dan SMP transfer ilmu lebih operasional
konkret bukan secara abstrak. Akan tetapi pada umum 15 thun sudah belajar proses
belajar yang abstrak. Karena kurikulum merupakan rancangan yang abstrak. Anak
SMA harus paham bagaimana proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan. Transfer pendidikan juga ada pengembangan individu, banyak guru - guru yang tidak
mengetahui itu. Jadi kita dituntut untuk mengetahui mengapa kita mempelajari
itu, jadi kita dapat berpikir mandiri kenapa kita harus mempelajari tersebut.
Bagiamana pendidikan dapat merubah
cara pola pikir yaitu komsutif. Yaitu merubah pola pikir untuk lebih kreatif
dalam produktif. Mendidik agar menjadi produktif. Bagian penting dalam
pendidikan Indonesia yaitu lebih tepatnya pendidikan yang berbasiis kebudayaan
yang dimiliki Indonesia. Atau pendidikan yang membangun untuk untuk lebih
produktif.
Jadi inti dari pertemuan ini disini kita dituntut untuk menjadi pengajar atau guru yang mengerti atau paham kurikulum yang digunakan. Sehingga menjadi pengajar yang cerdas dan bisa mengayomi peserta didiknya. Dan bisa menjadi rujukan bagi orang lain, jadi bisa menyalurkan ilmu yang dimiliki dan bisa bermanfaatn bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar